Buku apa yang mengubah hidup anda?

Pertanyaan tersebut pernah diajukan dalam sebuah acara talkshow di Kompas TV. Pertanyaan yang klise, tetapi selalu menarik untuk ditunggu jawabannya. Berbekal jawaban narasumber kala itu, ketika saya secara tidak sengaja menemukan buku ini saat sedang menunggu keberangkatan di Bandara Ahmad Yani, iseng saja saya sambar.

Ide dasarnya begitu sederhana:

Berbagai hal besar bisa terjadi justru karena sebuah perihal kecil

Yap, anda tidak perlu membaca bukunya, saya baru saja memberikan anda ringkasan dari The Tipping Point.

Benarkah hanya begitu saja? Tentu saja tidak.

Sebelum membaca buku ini, sebetulnya saya merasa sudah paham konteks yang akan diutarakan, karena saya sendiri cenderung setuju bahwa hal-hal kompleks sebetulnya disebabkan oleh kebetulan yang biasanya sederhana. Lalu apa yang spesial?

Kata kuncinya adalah kebetulan. Buku ini mencoba memilah karakteristik kebetulan yang justru menjadi titik penentu. Dengan mengidentifikasi karakteristiknya, kita berharap di lain waktu kita bisa mengontrol atau bahkan membuat suatu kebetulan itu terjadi. Kok jadi paradoks ya, kok kebetulan bisa dibuat?

Senada dengan 1 kalimat ide utama buku ini, ada 7 poin untuk bisa memanipulasi kebetulan sehingga sesuai keinginan kita:

1. Law of the Few

tyson-ip-man-blogjpg-10aea3_1280w
Mike Tyson, Bruce Lee, dan Donnie Yen cukup lah. (sumber: ign.com)

Tidak ada yang menyanggah bahwa jaringan itu penting, tetapi ada 3 tipe orang yang keberadaannya kritikal dalam menyebabkan sebuah epidemik:

 

  • Connector, orang yang mampu menjaga relasi dengan berbagai jenis orang. Pernah ketemu sama orang yang sepertinya punya kenalan dimana-mana? Nah itu dia connector.
  • Maven, mereka yang bisa nyambung ngomongin topik apapun dan biasanya penuh dengan info. Itu tuh, teman kalian yang kok kayaknya selalu tau diskon terkini, tempat makan yang lagi ngehits, atau bahkan hafal harga semua jenis gadget dan tempat paling murah untuk belinya.
  • Salesman, saya menafsirkan tipe ini sebagai orang yang mau menceritakan tentang apapun selalu terdengar seru. Biasanya selalu terlihat bersemangat saat mengutarakan idenya, sampai secara tidak sadar kita membeli semua ide yang mereka ucapkan.

Anda mau menciptakan suatu trend baru? Pastikan anda memberitahukannya pada orang-orang dengan 3 tipe di atas. 

2. Stickiness Factor

Screenshot from 2016-03-12 01:23:29
1 aktor sudah cukup rumit untuk anak-anak (sumber: bluesclues.wikia.com)

Oke anda sudah berhasil mengidentifikasi 3 tipe tadi dan dipastikan trend anda menjadi epidemik? Dapat dipastikan tidak, jika barang yang anda jual itu sendiri tidak berkesan.

Bagaimana membuat suatu hal yang berkesan?

Jawabannya adalah kesederhanaan.

Pada bab ini, buku membahas mengenai contoh kasus bagaimana Sesame Street dan Blue’s Clues dirancang. Dan saya selalu setuju bahwa menciptakan kesederhanaan adalah suatu hal yang begitu kompleks. 2 acara anak-anak tersebut mampu mengubah pandangan bahwa televisi juga bisa menjadi media edukasi, bukan hanya hiburan.

Menciptakan acara edukatif semacam Sesame Street adalah perjalanan yang begitu menarik untuk diikuti, bagaimana acara tersebut dibuat begitu sederhana sehingga balita mampu belajar dan tidak kehilangan ketertarikan dari segmen pertama hingga terakhir.

Jika anda merasa itu mudah, belum lagi anda mendengar kisah Blue’s Clues yang mampu membuatnya menjadi lebih sederhana, dan jelas lebih melekat!

3. Power of Context

signs_improved_by_graffiti_5
Mengaku menghilangkan grafiti kok dengan mencoret tembok. (sumber: nedhardy.com)

Salah satu contoh kasus yang begitu saya ingat: mengenai bagaimana tingkat kriminal bisa diturunkan hanya dengan memastikan bahwa tidak ada grafiti di area kereta bawah tanah.

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu memperhatikan keadaan di sekitarnya. Tentu kita sering dengar ungkapan “Orang Indonesia kalau di negara sendiri sering melanggar aturan, tapi kalau udah ke Singapore bisa tuh tertib!”.

Fenomena ini bisa dijelaskan melalui teori broken window. Bagaimana keadaan lingkungan di sekitar kita mampu mengubah orang yang baik sekalipun menjadi kriminal. Karena melihat orang lain melakukan hal ilegal, kemudian menganggap itu biasa, akhirnya kita melakukan juga.

Pada kasus di Jakarta misalnya. Ini menurut pengamatan saya sendiri: justru karena seringkali melihat angkutan umum berhenti sembarangan atau kakilima membuka lapak di trotoar, pengendara yang awalnya tertib akan berpikir bahwa melawan arus dan menerobos lampu merah juga sepertinya biasa saja.

Bahwa melawan aturan adalah hal yang normal.

Konteks mampu menjadi tipping point, ketika kita tadinya hanya terpikir untuk melakukan sesuatu yang dilarang, hingga akhirnya kita betul-betul melakukannya.

4. Magic Number 150

Pabrik-SKM
“Aduh namanya siapa ya dia? Padahal sering lihat…”  (sumber: beritaempat.com)

Angka 150 terlihat tidak mencolok, tidak spesial, selain mungkin kita mengatakan 150 itu angka yang bulat.

Dalam salah satu cerita pada bab 5, diberikan contoh sebuah perusahaan yang begitu terkenal akan metode memperlakukan karyawannya yang unik. Semua orang memiliki jabatan Associate, mau pekerjaan aslinya direktur, ataupun digaji sangat tinggi. Nama perusahaan ini adalah Gore Associates, dari hasil googling sebentar revenue-nya sekitar $3.2bil, jelas bukan perusahaan kecil.

Gore Associates sering masuk sebagai salah satu perusahaan terbaik untuk bekerja. Filosofi yang dianut oleh pendirinya berkaitan erat dengan angka 150. Setiap kali kantor terisi lebih dari 150 karyawan, perusahaan akan membuat kantor baru dan membagi jumlah karyawan menjadi selalu kurang dari 150, ngapain ya?

Angka 150 adalah tipping point untuk jumlah anggota grup, apakah antar anggotanya masih saling mengenal atau tidak. Secara saintifik, otak manusia umumnya sanggup menjaga paling mentok 150 relasi, bisa lebih dari itu maka anda adalah orang yang beruntung. Selama jumlah anggota dalam suatu grup kurang dari 150, tidak ada banyak perbedaan dalam jaringan yang terbentuk.

Namun begitu melewati angka 150, antar anggota akan saling tidak mengenal dan koordinasi menurun drastis.

Pengamatan saya: lagi-lagi ini terkait dengan konteks. Keberadaan lebih dari 150 orang di tempat yang sama akan memberikan perasaan “wajar kalau saya tidak kenal semua orang disini, ini tempat yang ramai“. Jika kita ambil angka yang ekstrim, misalnya 10, bekerja bersama-sama, masa sih anda tidak saling mengenal? Bagaimana dengan 100? Masih merasa perlu saling mengenal?

Ada yang mau, atau bisa, membuktikan?

5. Translation, Innovators, Adopters

83517_2f2df61c4dcc4ce386657a73e94ceb59
Iklan airwalk 1986. Simpel, unik, dan sesuai dengan trend. (sumber: dandad.org)

Diffusion studies mempelajari bagaimana informasi baru menyebar dalam suatu komunitas. Ada 2 konsep baru yang diangkat:

(1) Penerjemahan. Anda tidak bisa berharap 1 model komunikasi akan memberikan efek yang sama ke berbagai jenis objek penerima. Translation berbicara mengenai penyesuaian pesan yang ingin anda sampaikan terhadap konteks yang sedang hangat. Untuk dapat menyebar dengan cepat, atau bahkan untuk dapat menyebar saja, personalisasi pesan adalah hal yang patut diperhatikan dan ada butuh metode penerjamahan yang tepat.

Salah satu iklan yang menurut saya sendiri begitu unik adalah gambar seorang biksu yang terlihat sedang mencontek:

monk-cheating.jpg

Sifat keanakmudaan: tidak mengikuti aturan dan senang bermain-main, jelas terlihat pada iklan Airwalk. Dengan keberhasilan penerjemahan pesan yang ingin disampaikan, brand Airwalk kembali diterima kalangan muda kala itu.

(2) Innovators. Dalam suatu komunitas umumnya kita dapat mengidentifikasi siapa anggota di dalam komunitas itu menjadi beberapa golongan:

Screenshot from 2016-03-12 00:50:38
(sumber: thewomenscode.com)

Innovators dan early adopters adalah para penentu apakah suatu trend baru akan diterima atau tidak dalam komunitas tersebut. Innovators adalah pembawa trend baru yang biasanya sangat berbeda, sementara early adopters menjadi katalis untuk keberlanjutan penyebaran trend.

Mungkin pada awalnya anda melihat bahwa pesan tidak tersebar dengan baik ketika dibawa oleh innovators. Tetapi jika pesan tersebut dapat diterima oleh early adopters, disinilah tipping point terjadi.

6. Unsticky Cigarette

Screenshot from 2016-03-11 08:55:11
Bagaimana membuat rokok tidak melekat? Dengan sebuah iklan yang tidak melekat? (sumber: photobucket.com)

Bukan law of the few, stickiness factor, atau power of context menjadi bab favorit saya, tetapi justru cerita panjang pada bab yang satu ini. Ide pada bab inilah yang terasa merupakan tipping point pola pikir saya sewaktu membacanya.

Rokok, adalah fenomena yang begitu seru. Kita semua mengetahui bahwa rokok tidak baik untuk manusia. Ya, kalian bisa berargumen bahwa rokok juga punya sisi baik, atau bahkan berpendapat bahwa semua itu hanya konspirasi, tapi dalam benak saya yakin rokok buruk baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.

Berapa banyak orang yang ingin berhenti merokok tapi tidak bisa?

Padahal, sudah berapa lama kita bertarung dengan rokok?

Dalam bab ini kita diperkenalkan dengan konsep addiction threshold (literatur: here), batas jumlah nikotin tertentu yang bisa dikonsumsi oleh manusia sebelum akhirnya ia menjadi seorang pecandu. Batas ini biasanya berbeda untuk setiap orang, faktornya adalah gen. Jika orang tua anda pecandu rokok, jumlah yang dibutuhkan akan semakin banyak.

Selama ini kita selalu memerangi rokok dengan mengatakan: jangan merokok, berbahaya untuk kesehatan! Tak perlu dipungkiri, jargon ini tidak berhasil.

Manusia adalah manusia, atau biasa orang menyebutnya: remaja tetaplah remaja. (1) mereka suka coba-coba, (2) ketika kita katakan ‘jangan’, semakin ingin mereka mencoba.

Oleh karena itu, kenapa kita masih mempertahankan metode yang jelas tidak berhasil dan bergaya totaliter begitu? Addictive threshold dapat mengakomodasi kedua kekurangan metode ‘jangan merokok’.

daripada mengatakan ‘jangan merokok’, lebih baik kita memastikan mereka yang mencoba merokok tidak akan pernah sampai pada batas kecanduan masing-masing: biarkan mereka mencoba, tapi hindarkan dari kecanduan.

Dan saya percaya bahwa addictive threshold, entah itu saintifik atau virtual, eksis dan berlaku tidak hanya untuk rokok.

7. Believe

We have trouble estimating dramatic, exponential changes. We cannot conceive that a piece of paper folded 50 times could reach the sun.

penutup dari buku ini mengingatkan kita akan sebuah pesan: untuk membuat perubahan, anda harus percaya terlebih dahulu.

Otak manusia tidak dibuat untuk sesuatu yang abstrak. Kita tidak terbiasa membayangkan bahwa ada titik ketika suatu perubahan besar dapat terjadi secara tiba-tiba. Intuisi kita selalu beranggapan bahwa manusia tidak akan bisa berubah dengan cepat, dan justru buku ini ingin meyakinkan anda sebaliknya.

Dengan menerapkan tindakan yang tepat pada saat yang tepat, perubahan besar dapat terjadi.

Masih belum percaya? Boleh dibaca saja bukunya langsung.

the-tipping-point-comic-.jpg

Iklan

Gimana?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s