Karantina itu menyenangkan. Ha? Siapa ya yang kira-kira berpikir begitu?
Beberapa minggu terakhir, dunia disibukkan dengan anjuran jangan keluar rumah. Buat saya, ini anjuran yang tidak terlalu berdampak, berhubung biasanya juga mager untuk keluar rumah. Namun tidak demikian bagi semua orang. Nyatanya, ada yang menghadapi rutinitas seperti ini pertama kali dalam hidup mereka. Kebiasaan nongkrong di warung kopi atau cekakak-cekikik di restoran bersama teman sudah menghiasi sejak sepanjang hidup orang-orang ini. Begitu “kebebasan” itu direnggut, stress lah pikiran.
Berhubung saat ini saya sedang kuliah, dampak yang saya rasakan adalah metode ajar-mengajar yang dipaksa berpindah menjadi metode daring. Sebetulnya, saya merasa dejavu. Saya sudah latihan untuk ini, entah dapat wangsit darimana. Dua tahun lalu sebelum berangkat kuliah, saya memutuskan untuk mengambil jeda waktu empat bulan menjadi pengangguran. Selama empat bulan tersebut, agenda utama saya adalah mempersiapkan materi perkuliahan yang akan saya tekuni. Memang dasar ambisius ya, hitung-hitung curi start.
Saya tidak akan berpura-pura, belajar terus-menerus itu membosankan. Mau materinya semenarik apapun, lama-lama pasti jenuh juga. Uniknya, pengalaman bosan ini menjadi pelajaran tersendiri bagi saya. Ada kemampuan penting yang sering orang remehkan di dunia saat ini: bahagia dalam bosan.
Ulangi bersama saya: bosan itu wajar. Rebahan itu boleh.
Sayangnya kita hidup di dunia yang mampu memberikan segalanya secara instan. Lagi ngobrol dengan teman tapi tiba-tiba tidak ada topik, rogoh kocek ambil hape, buka sosmed. Siapa yang melakukan ini secara otomatis? Coba renungkan sejenak, apakah benar membuka sosmed lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa?
Kunci dari menikmati kebosanan: menerima bahwa bosan itu wajar. Lagi di perjalanan dan tidak ada yang dilakukan, ya sudah diam saja sejenak. Tenang saja, semua yang ada di dunia ini butuh rehat sesekali. Kalau terus-menerus gaspol, pasti rusak pada akhirnya. Entah sakit fisik atau mental.
Dalam nada yang sama bisa dilihat juga apa yang terjadi pada Bumi saat ini adalah proses rehat sejenak. Manusia ternyata tidak cukup dewasa untuk menentukan waktu istirahatnya sendiri sehingga harus dipaksa oleh alam. Dalam situasi seperti ini, mari menikmati kebosanan bersama-sama. Tidak ada yang salah dari tidak melakukan apa-apa. Justru dalam hening ada kesempatan untuk mengenali diri kita sendiri lebih baik.