Coba deh sekarang lu googling “Swiss”, terus lihat bagian Image.
Pasti lu ga googling kan barusan? Ya udah ga apa, nih dikasih hasilnya:
Siapa sih yang ga tergoda untuk kesana?
Mungkin pertama kali lihat gambar-gambar itu, kita bakal berpikir “Alah ini mah berlebihan, paling sotosop”. Ga usah heran, kami pun awalnya berpikir begitu. Mana mungkin sih sebagus itu?
Kenyataanya, memang ga sebagus itu, tapi lebih bagus daripada itu!
Namun sebelum mencapai ke pabrik coklat paling indah di dunia, semua dimulai dari cerita kami bisa mendapatkan 3 tiket ke kota brownies yang termasyur!
Tersebutlah pada suatu hari yang mendung, Tempe dan temannya yang bernama Pong (untung dia berteman dengan Tempe, bukan dengan Tahu) datang ke sebuah acara bazaar. Bukan, mereka bukan ingin membeli baju yang harganya sepuluhribu seraup, mereka datang ke sebuah acara jual tiket murah sebuah maskapai kebanggaan nasional. Dengar punya dengar, katanya travel fest yang satu ini memang memasang tarif yang menantang, tidak seperti yang lain ngaku jual murah ga taunya cuma ngumpulin tour & travel doank di satu atap, harganya mah sama-sama aja kayak biasa. *curhat dikit ga apalah
Walaupun pada saat itu Tempe sedang flu, tetapi melihat semangat Pong, jadilah ia… terpaksa tetap ikut, tetapi untunglah dia tetap ikut! Pong sendiri juga sempat bercerita bahwa belakangan ini ayahnya lebih suportif mengenai travelling alias ngabisin duit cari foto buat dipamerin. Ayah si Pong banyak mendengar cerita-cerita menarik dari teman-temannya mengenai perjalanan ke sana kemari, namun alih-alih beliau jadi ingin berjalan-jalan, beruntungnya si Pong jadilah ia yang disuruh lebih sering jalan-jalan sama Ayahnya. Tentu saja Pong menerima saran Ayah dengan lapang dada.
Uniknya, tidak terbesit di benak mereka pada awalnya bahwa mereka ingin membeli tiket terbang jauh, Tempe hanya ingin mencari tiket murah untuk bisa pulang pergi over weekend ke Yogyakarta, apalagi kalau bukan demi Tempe Goreng legendaris disana *slurp, sementara misi Pong adalah untuk bisa menginjakkan kaki di Indonesia Timur, kala itu tujuannya adalah Ternate. Beginilah nasib orang Indonesia, harga tiket ke negara Singa lebih mahal murah daripada tiket ke Ternate yang tentu saja tidak perlu pakai lewat gerbang imigrasi segala.
Oh ya, kenapa Ternate? Karena pada hari sebelumnya, Pong sudah sempat melihat brosur mengenai travel fest yang akan mereka datangi (luar biasa Pong sungguh siap), dan ia menemukan tiket Ternate yang tertulis disitu untuk pulang-pergi terhitung ramah dompet.
Tentu saja semua cerita ini tidak akan pernah tertulis jika bukan karena Tempe dan Pong sama-sama menatap terdiam daftar harga tiket ke Eropa yang terpampang disana. Terdiam sekitar 5 detik, kemudian heboh juga.
Dari seluruh daftar tujuan di Eropa, kala itu mata mereka langsung menuju Ibukota brownies: Amsterdam. Saat itu tertulis bahwa tiket pulang pergi dibanderol 870 USD. Jika waktu itu Tempe membandingkan dengan rata-rata harga tiket normal kesana, paling murah tanpa promo tidak kurang dari 950 USD, itu pun dengan catatan mesti transit dulu. Sementara tiket maskapai Garukdah pada saat itu untuk flight yang sama, yaitu tanpa transit alias direct, sekitar 1200 USD. *USD masih sekitar 11rb sekian
Awalnya curiga juga, masa sih semurah itu. Walaupun tertulis di banner tersebut nett, tengok sana tengok sini Tempe dan Pong semakin waspada, travel fest ini disponsori oleh Abank Beni! Ini pasti dapat harga segitu kalau bayarnya juga lewat Abank Beni, Tempe mulai lemes, berhubung dia ga punya KK (Kartu Kenal) Abank Beni. Bagaimana nasib Pong? Dia setengah lemes, karena yang kenal sama Abank Beni adalah kakaknya…
Kesempatan seperti ini jangan sampai terlewatkan, begitulah isi pikiran mereka. Satu-satunya cara untuk menghapus segala keraguan adalah… bertanya.
Antri punya antri, selidik punya selidik, ternyata ga harus pake Kartu Kenal Abank Beni! Bisa pakai apa aja kok. Ketentuannya, kalau pakai KK selain Abank Beni, bakal kena charge 3%. Kalau pakai debit, engga, mau abank manapun. Yeah, giranglah si Tempe dan Beni, paling tidak untuk 10 detik, sebelum Mba-Mba yang mereka hadapi dengan anggun menjelaskan bahwa harga yang tertera hanya berlaku pada jam-jam tertentu yaitu pada jam senang (happy hour)! Lalu, jam berapakah jam senang Mba?
Mba: Jam 12-1 siang, sama jam 5-6 sore Kak.
T: Oke. (Bertanya pada Pong) Ngomong-ngomong sekarang jam berapa?
P: Jam setengah atu.
T: Tinggal 30 menit lagi donk Pong!
P: BENER JUGA!
Dengan perasaan panik yang meledak-ledak, Tempe dan Pong langsung keluar barisan sambil berdiskusi panjang lebar. Kartu Kenal lu bisa ngutangin berapa banyak? Tapi masa mau kena charge 3% dari 870 USD? Debitlu ada duit segitu? Kalaupun ada, emangnya bisa ngedebit sampe segitu banyak pada hari yang sama?
Di tengah kegaduhan dan keributan, teringatlah mereka akan 2 orang rekan kriminal yang memang nitip tiket karena ga bisa ikutan datang ke travel fest, si Boy dan Sung. Percakapan dengan mereka berdua berlangsung sangat efektif melalui telefon:
Percakapan Pong dengan Boy:
P: Boy, lu jadi ikut kan?
B: Hajar lah!
P: Oke, kalo bulan Mei tahun depan gimana? Seminggu jadi nanti kita…
B: Hah lama amat seminggu?
P: Iyalah rugi kalau kurang dari seminggu masa udah jauh-jauh…
B: Ini yang Ternate kan?
P: (Oh iya lupa bilang) Bukan oi, ini ke Amsterdam!
B: Wah ga ikut gw kalo ke Amsterdam Pong!
P: Oke
Tut tut tut…
Percakapan Pong dengan Sung:
P: Sung, lu ikut ya.
S: Apaan ni?
P: Ke Amsterdam tahun depan, Bulan Mei, seminggu
S: Tapi gw ga tau bisa dapet cuti apa ngga, ntar deh gw tanya du..
P: Oke lu ikut.
Tut tut tut…
P: (ngomong ke Tempe) si Sung ikut!
T: Yeah!
Lihat lagi jam tangan, wah sisa 10 menit sebelum jam 1. Bagaimana ini? Jam senang keburu abis, ga mungkin donk nunggu sampe jam 5?
Kita coba lobi aja deh Mbanya! Siapa tau dengan senyuman Pong, si Mbanya jadi luluh?
Pas balik lagi si Tempe dan Pong ke meja Mbanya, alamak antriannya ramai sekali! Dan kalau di Jakarta, antrian itu ada momen di titik keramaian tertentu ketika hukum ngantri itu udah ga relevan lagi, yang berlaku adalah: sikut kanan kiri kalau lu mau dapet giliran!
Sayangnya sudah dengan sikut sana sini sampai lecet *berlebihan, Tempe dan Pong baru bisa mencapai meja si Mba jam 1.01 *berlebihan lagi. Entahlah, pokoknya udah lewat dari jam 1.
Ga pake lama, Tempe dan Pong langsung nyerocos membela diri: Mba, happy hour masih berlaku ga? Kita udah ngantri dari sebelum jam 1!
Kemudian, lagi-lagi dengan anggunnya si Mba bilang: Gak apa-apa kok, sekarang dicatet dulu aja namanya, nanti kita bisa daftarin tiketnya untuk happy hour yang jam 5.
Lah? Buat apa donk ada happy hour segala? Ternyata bisa dipending begitu? Ya udah ga apa-apa, yang penting satu masalah terselesaikan.
Sekarang ke masalah utama:
Mba, gimana ya ini kami adanya debit Abank Mandiin sama Abank Becekan, itu juga kalau langsung di debit kayaknya kena limit harian. Boleh ditransfer aja ga uangnya belakangan?
Bisa ditebak, si Mba untuk ketiga kalinya menjawab dengan anggunnya, Boleh kok ditransfer aja nanti uangnya, tapi maksimal hari ini.
Yee, kenapa ga bilang daritadi Mba!
Demikianlah terjadi, akhirnya si Tempe, Pong, dan Sung berbelok dari keinginan untuk pergi ke Yogya dan Ternate, malah ke kota brownies.
Pelajaran hari ini adalah: Kalau mau belanja, bawalah daftar belanjaan. Kalau udah bawa daftar belanjaan dan masih ngelantur, serahkan pada dompet. Kalau dompet masih juga ga sanggup menahan diri, berharaplah pada takdir.