Pada suatu malam yang tidak begitu sunyi, ada film menemani. Sebuah film dokumenter yang memunculkan kembali sebuah cerita dalam kepala. Film ini berjudul “Indie Game The Movie”, dan pada tulisan ini adalah sebuah cerita yang wajib untuk dibagikan, mengenai pengalaman berharga, begitu berkesan, namun sayangnya hanya sebentar saja.
Sebelum memulai cerita, “Indie Game The Movie”, seperti terlihat dari judulnya, adalah sebuah film dokumenter mengenai jatuh-bangun 3 perusahaan indie game, saat mereka mencurahkan semua yang mereka punya pada sebuah karya mereka, mimpi mereka.
Cerita ini bermula kira-kira Bulan Agustus 2013.
Satu bulan setelah berhasil lulus dengan selamat dari kampus gajah, juga melalui pintu keluar yang tepat, adalah waktu lowong yang memang sudah sengaja disiapkan untuk sementara beristirahat terlebih dahulu. Salah satu keuntungan pada waktu itu, sudah mengamankan tempat untuk bekerja sejak sebelum lulus, dan akan memulainya pada Bulan Oktober. Jadi sebetulnya ada sekitar 3 bulan untuk sekedar refereshing sejenak.
Tidak ingat tepatnya kapan, kira-kira pada akhir Agustus setelah berjalan-jalan keliling Jawa, tiba-tiba sebuah pesan datang dari seorang sahabat. Selain tentu saja basa-basi karena sudah lama tidak bertemu, ia menawarkan sebuah kesempatan untuk bekerja sama. Sama sekali tidak formal. Berhubung memang pada saat itu sedang kosong dan lagi untuk sahabat satu ini memang termasuk konkret dalam project, ya disanggupi saja. Langsung pada minggu berikutnya juga diadakan pertemuan pertama mengenai project yang ia ingin realisasikan, yaitu membuat sebuah mobile game.
Singkat cerita, sampai dengan menyanggupi tawarannya, belum ada gambaran sama sekali mengenai apa yang akan dibuat. Dan tentu saja, terbesit juga dipikiran bahwa lebih baik didengar terlebih dahulu idenya, apakah visinya sejalan. Masih ada keraguraguan tentu aja. Tapi semua gundah gulana itu seketika hilang pada saat ia menceritakan ide gamenya. Bukan karena super brilian, tapi karena kesederhanaan. Ia mampu membuat setiap orang yang pada saat itu mendengarkan bisa langsung mengerti mengenai apa yang akan dibuat lewat penjelasan yang lebih kurang hanya makan waktu satu menit saja.
Well, that was a promising start.
Idenya begitu sederhana, tampaknya bisa diselesaikan dalam waktu singkat. tampaknya.
Ini memang tidak mengagetkan, karena selama ini sudah punya pengalaman bahwa walaupun ide terkesan sederhana, tapi selalu ada lika-liku saat mengimplementasikannya. Tenang saja, tulisan ini tidak akan membahas lika-liku teknis pembuatannya, tapi mengenai perjalanan dua orang berusaha merealisasikan sebuah konsep.
Sebuah kantor kecil tidak ber-AC, bermodalkan kipas angin yang walaupun sudah diset paling kencang, bukannya membawa suasana sejuk malah menjadi backsound saat bekerja. Internet yang bukan lagi seadanya, justru lebih kearah sekarat, sesekali quota habis atau modem panas sehingga harus bekerja tanpa internet dulu. Dan yang paling berkesan adalah pagar kantor yang serpertinya didesain untuk Gatot Kaca, berat sekali untuk dibuka. Malah pernah suatu malam sama sekali tidak bisa digeser, sehingga kira-kira sekitar 1,5 jam dihabiskan untuk mencoba melicinkan lagi roda pagar.
Tapi ada satu hal yang betul-betul terasa:
kalau kita bekerja karena passion, sebetulnya kita tidak sedang bekerja. Kita lagi bersenang-senang.
Masih terbayang makan pecel ayam di dekat kantor, warung pinggir jalan, sambil dengan begitu semangatnya membahas konsep game supaya lebih menarik. Ketika diputuskan untuk mengganti komponen steroid menjadi susu dengan alasan tidak mendidik. Dan tentu saja yang paling teringat adalah ketika pertama kalinya menjalankan prototipe di iphone sambil nongkrong di sebuah tempat ngopi, yang ternyata enak, sambil nyemil pisang goreng. Pisang goreng pun terasa jauh lebih nikmat, dinikmati sambil menertawai dan menikmati game yang dibuat sendiri.
Dalam perjalanan pun ada satu orang lagi yang ikut dalam project ini, sekaligus juga kedatangan tamu kehormatan: Standing AC. Kantor makin adem, tapi diimbangi tawa yang makin hangat!
Duduk dari jam 12 siang sampai jam makan malam, bahkan sampai tengah malam, tanpa banyak bicara satu sama lain, kecuali sesekali iseng melemparkan lelucon, menambahkan ide baru pada game yang biasanya konyol, atau menghabiskan waktu adu tinggi high score di game yang dibuat sendiri, berteriak kalau sudah bisa mencapai luar angkasa. Sampai akhirnya setelah 3 bulan harus berpisah dengan tim karena ada pekerjaan lain yang sudah menunggu. Akhirnya banyak sekali pekerjaan tidak selesai yang ditinggalkan, harus diambil alih oleh anggota tim lain.
Jadi, apa yang mau ditekankan?
Passion. Having Fun.
Yap betul, mungkin hasil dari project ini bukan game yang paling keren sedunia, ga masalah. Buat apa menampik bahwa banyak sekali faktor pada game ini yang harus diperbaiki?
Idealist.
Sebuah kata yang saat ini sudah menjadi lelucon. Antonim dari realistis, seolah menjauhkan kita dari tumpukan uang. Padahal kalau disuruh memilih, pribadi tidak akan mau menukar pengalaman membuat game ini menjadi sekedar koding saja namun dipastikan game-nya akan laku keras. Terkesan klise, tapi cerita-cerita ini tidak bisa dihargai dengan rupiah atau dollar, atau jumlah download, atau review.
Semua investasi waktu dan tenaga sudah terbayar lunas ketika melihat orang tua kita sendiri dengan begitu semangatnya memainkan game ini dan begitu puas ketika berhasil mengalahkan high score si pembuat game.
Memang betul, sekedar passion dan idealisme tidak bisa membeli Standing AC untuk mendinginkan kantor, atau Mac baru untuk develop game. Tapi buat apa semua itu kalau tanpa canda dan tawa selama bekerja, kan?
Special thanks to Satrio and Avi! Tetep Strong!

iTunes Store: https://itunes.apple.com/app/strong-search-for-mightiest/id755599890
FB Page: https://www.facebook.com/StrongiOS
Remember to warm up your thumb 🙂