(tulisan ini adalah sekeping bagian dari perjalanan 1 minggu keliling Jawa berjudul Keliling By Request)

bagaimana dengan semua rencana kita?

Sebuah pertanyaan yang terus menerus menghantui ketiga orang yang berharap bisa mencapai Solo dalam waktu 3 jam dari Surabaya, naik bus..

Tenang, kita pasti bisa menyelesaikan permasalahan ini.

Sambil menunggu keberangkatan bus eka cepat jurusan Jogja yang akan mereka tumpangi, masing-masing mencoba memikirkan solusi terbaik. Berhubung masih ngantuk, diskusi pun tidak banyak.

Ada 3 hal yang ingin dilakukan dalam jangka waktu 2 hari ke depan:

  1. Naik bus pariwisata werkudara yang cuma beroperasi pada Sabtu dan Minggu pada jam 12 siang.
  2. Ke pecinan Semarang yang digelar hanya pada Jumat, Sabtu, dan Minggu
  3. Ke tawangmangu, yang mana membutuhkan waktu 2,5 jam untuk sekali jalan solo-tawangmangu dan tawangmangu-solo

Sekarang sudah hari Sabtu sekitar jam 8 pagi, kepergian ke Solo memakan waktu lebih kurang 6 jam, apakah masih bisa melakukan ketiga hal prioritas di atas?

Harus bisa!

Bus Eka Cepat

Selama 3 jam pertama, mereka hanya berdiam saja di bus. Sempat terkagum juga dengan kondisi terminal di Surabaya yang sedang dibangun dan tampaknya jadi sangat bagus, tetapi selama perjalanan di bus tidak banyak percakapan yang terjadi. Tempe yang menyesali perbuatannya karena salah memberitahu bahwa dari Surabaya ke Solo hanya 3 jam, Mihe yang berusaha mencari jalan keluar supaya tetap bisa melakukan semua yang tertera pada jadwal, dan Koya, yang tentu saja, tertidur pulas, lagi.

Harga Tiket Bus Eka Rp. 61.000,- (Surabaya – Solo) + Rp. 13.000 (makan siang) per orang, naiknya bisa dari terminal Purabaya atau dari PO Eka yang ada di dekat terminal. Kalau mau enak, mending naik dari markasnya langsung, soalnya tempat duduk lebih terjamin. Cuma lokasinya lebih jauh aja dari Kota Surabaya.

Untungnya, di tengah perjalanan ada waktu makan siang, sehingga mereka bisa berdiskusi mengenai rencana ke depan. Walaupun pada akhirnya, tetap saja tidak ketemu solusi yang memuaskan. gimana nih… ya udah jalanin saja deh, apapun yang terjadi..

Ini kan jalan-jalan tujuan utamanya cuma memuaskan rasa penasaran, pikir mereka, jangan ditambah sama rasa pusing lah!

Terminal Tirtonadi

Wah, Pak David ada-ada saja, siapa bilang Surabaya – Solo 6 jam? Lama amat?

Yang bener tu: 7 JAM! Lebih lama lagi! Ampe pegel nih pantat, aduh aduh…

Sekitar jam 4 sore waktu setempat, mereka bertiga mendarat dengan selamat di terminal tirtonadi, solo. Kalau dilihat dari luar, sepertinya ini terminal biasa saja, sama seperti terminal lain. Calo bertebaran, bus-bus dalam kondisi yang buruk, calon penumpang yang berserakan. Tapi berhubung mereka bertiga juga ingin survey terlebih dahulu mengenai bus yang bisa digunakan untuk menuju tawangmangu, jadi kebetulan menyempatkan diri untuk menengok ke bagian dalam.

Wah, bagian dalamnya rapi sekali! Seperti tidak sedang di terminal, mungkin terminal bandara? Engga sebagus itu sih, cuma tetap nyaman sekali bagian dalamnya. Tidak ada calo, bus yang berjejer rapi, walaupun masih membingungkan sih tujuan masing-masing bus, tapi memang terminal-nya sendiri belum jadi sepenuhnya. Kembali ke tujuan awal, Tempe mencoba bertanya kepada seorang petugas yang sedang duduk di dekat pintu masuk:

‘Pak, kalau bus ke tawangmangu sebelah mana ya?’

Oh masuk dulu saja, nanti di depan ada bus yang ke tawangmangu,’ jawab beliau sambil menyodorkan tiket masuk seharga Rp. 500,- / orang. Wah, pantesan bagus, bayar juga toh masuknya? Ga apa-apa deh, ikhlas kalau emang tempatnya nyaman..

Satu lagi Pak, bus ke tawangmangu itu paling pagi jam berapa ya?’ tanya Tempe sambil menyerahkan uang sebesar Rp. 1.500,-.

Tiba-tiba seorang petugas lain menyahut, join the conversation: ‘jam 4 pagi juga sudah ada…’

Oke Pak, terimakasih!’ sahut Tempe diiringi anggukan dari para petugas. Jam 4 pagi, sempet ga ya besok?

Istana Griya

Sebelum pergi ke penginapan yang akan disinggahi malam ini, mereka bertiga memutuskan untuk mampir ke Stasiun Balapan terlebih dahulu. Semua ini berkenaan dengan sebuah pertanyaan penting: besok ke Semarang naik apa? Tentu saja, dengan pergi ke Stasiun Balapan yang letaknya memang tidak jauh dari terminal tirtonadi, semoga ada kereta yang menuju Semarang dari Solo, semoga…

‘tanya di customer service aja tuh!’ kata Mihe sambil menunjuk salah satu ruangan di tempat tunggu stasiun balapan

oh ya, boleh-boleh..’ Tempe kemudian menghampiri mba-mba customer service, sayangnya yang nyahut malah mas-mas disebelahnya..

mas, kalau kereta ke Semarang itu ada tidak ya?’ tanya Tempe

oh ada, tapi dari stasiun jebres. Bentar saya periksa dulu,’ petugas KAI itu menjawab disusul utak atik komputer di depannya.

wah sayang sekali, semua kereta sudah penuh, mas!’ katanya melanjutkan, cih berita buruk lagi…

Sambil memendam tanda tanya besar mengenai keberlangsungan seluruh acara di Solo dan Semarang yang carut marut, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke hotel tujuan. Perjalanan cukup jauh, kira-kira 2km dari stasiun balapan.

Suasana di Istana Griya
Suasana di Istana Griya

Untuk Solo, mereka memilih menginap di Istana Griya I, letaknya di salah satu gang jl. Slamet Riyadi. Jl. Slamet Riyadi ini semacam jalan utama di Solo, seperti halnya Malioboro di Jogja. Soal penginapan, memang di Solo tergolong banyak yang murah, pilihannya banyak. Tapi, berhubung review juga penting, akhirnya hotel dengan 2 cabang ini menjadi pilihan mereka. Berhubung Mihe mengaku migrain, jadi mereka agak lama beristirahat di hotel. Cepat sembuh!

Harga kamar hotel Istana Griya Rp.100.000,- / 2 orang + Rp. 50.000,- ekstra bed

(+) lokasinya bagus, suasananya nyaman, mba penjaga-nya ramah, ada tv-nya

(-) kamar mandinya bener-bener cuma bisa buat berdiri doank, sempit + masih dapet bonus kecoa sebiji

Sambil menunggu kesembuhan Mihe, Tempe mencoba bertanya kepada penjaga hotel mengenai permasalahan yang sedang mereka alami. Kalau naik bus ke Semarang, jangan-jangan 6 jam juga? Ga sempet ke pecinan besok malam.. Kalau naik kereta? Tiketnya sudah habis.. Apa perlu numpang di atasnya?

‘Mba, mau nanya, biasanya kalau ke Semarang itu yang cepat naik apa ya?’

Naik bis bisa Mas.’ jawabnya santai.

Oh, gitu, kalau naik kereta?’ Tempe coba memeriksa.

Kalau kereta ke Semarang sekarang sudah tidak ada, mas.’ begitu pengakuannya, oh pantas, jangan-jangan tiketnya bukan sudah habis tapi memang jumlah tiket tersedia dari awal adalah 0?

Tapi lama sekali ya Mba naik bus, 6 jam, kami butuh cepat nih ke Semarang.’ akhirnya kepanikan mulai terlihat di wajah Tempe.

Hah? 6 jam? Mas mau ke Semarang kan? Ga sampai 6 jam kok, paling lama juga 3,5 jam..’

Seperti bertemu oasis di padang gurun yang panas, akhirnya ada secercah harapan. Semoga bener deh, ke Semarang ga makan waktu lama kayak pas ke Solo…

‘Kalau bus-nya sendiri apa ya, Mba?’ lanjut Tempe seolah menginterogasi.

Wah maaf, saya lupa, mas.’ jawabnya sambil tertawa. Ya sudah, engga apa-apa Mba, yang penting sudah menjadi pembawa kabar bahagia.

Sekarang bisa jalan-jalan di Solo dengan santai!

Warung Baru

Tempat makan yang satu ini tepat berada di depan Istana Griya, hotel yang mereka inapi. Sekitar jam 7 malam, mereka sudah duduk dan bersiap memesan. Menurut informasi yang beredar, hidangan yang menjadi jagoan di warung baru adalah roti-nya, alias ngemil-ngemil gitu. Kuliner pertama!

Warung Baru
Roti apa ya, maap lupa namanya… hehehe

Harga per porsi-nya sekitar Rp.15.000,-. Buat sekedar mengganjal perut, boleh lah rotinya enak dan gurih gitu. Hidangannya juga sederhana, cocok sama suasana restorannya. Sepertinya restoran ini sudah sering kedatangan pelancong-pelancong dari luar negri daripada dalam negri. Mereka bertiga aja awalnya dikira turis dari Malaysia. Wah, boleh sih salah-salah dikira turis asing, tapi jangan dari negara yang satu itu juga donk, hehehe…

Buat sekedar icip-icip kuliner solo, warung baru boleh banget dicoba roti homemade-nya!

Gladag Langen Bogan a.k.a. Galabo

Ini baru nih, salah satu tujuan utama ke Solo. Emang ada beneran tempat makan hasil penataan PKL? Makanannya beragam? Apakah dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk Kota Solo sendiri?

Jawabnya: iya, iya, dan iya!

Live Music di Galabo
Siapa bilang live music cuma di cafe-cafe aja?

Ga usah muluk-muluk, memang kalau dilihat secara sekilas, Galabo ini terkesan biasa saja. Meja makan dideret sepanjang jalan yang memang ditutup tiap malam, ditemani deretan panjang pilihan makanan. Beberapa orang juga memutuskan untuk membawa tiker dan lesehan. Tapi, lebih keren lagi, ada live music-nya! Dan mereka memainkan lagu-lagu Indonesia di satu sisi, sementara sisi lainnya lagu-lagu anak muda gitu. Bahkan menurut beberapa sumber, tersedia hotspot juga!

Buat Tempe, Galabo sudah sangat mengagumkan. Apalagi ternyata memang tempat ini terkenal selalu ramai, iri rasanya sama warga Solo yang punya tempat nongkrong super oke kayak gini!

Soal makanan, tidak perlu ditanya. Mau makan apa? Semuanya ada disini. Walaupun mungkin tempe gorengnya tidak sedasyat yang di Jogja, atau tidak ada Soto Pak Sadi, tapi disini menyediakan semua jenis makanan tradisional yang khas Solo dengan harga murah. Rugi kalau cuma makan 1 jenis, 2 jenis. Cobain semuanya!

Suasana yang asik banget, ditambah makanan melimpah, tampaknya akan membuat bahagia mereka bertiga. Sayangnya, entah kenapa, Koya apes betul selama di Galabo. Pertama dia coba cari surabi untuk nyemil, tidak ada toko yang jual. Kemudian dia tertarik untuk makan nasi timlo yang khas Solo, tokonya tidak buka. Terakhir dia penasaran dengan minuman wedang dongo, tokonya juga sudah tutup. Kasihan, mungkin ini peringatan bagi Koya supaya kerjaannya jangan cuma makan dan tidur?

Nasi Liwet di Galabo
Belum ke Solo kalau belum ngunyah Nasi Liwet!
Tahu dan Tempe Mendoan
Pecah banget sambil nikmatin live music!

 

“Besok bangun jam 2 pagi ya!”

Sekitar jam 10 malam, mereka bertiga memutuskan untuk segera kembali ke hotel dan beristirahat. Kok cepat sekali? Diskusi demi diskusi, karena keinginan yang menggebu-gebu untuk tetap ke tawangmangu, mereka harus bangun dan bersiap jam 2 pagi, supaya bisa mengejar bus paling pagi ke tawangmangu.

Ayo istirahat! Besok kita harus bangun jam 2 pagi ya!’ teriak Tempe kepada yang lain begitu bersemangat.

Baiklah…’ jawab Koya dan Mihe menyanggupi.

Keesokan harinya sekitar jam 2 pagi.

Sebuah alarm berbunyi, entah punya siapa, tapi hidupnya tak berlangsung lama. Langsung mati.

1 jam kemudian, sekitar jam 3 pagi.

Alarm kembali berbunyi.

‘Bro, bukannya kita harus ke tawangmangu?’ tanya Mihe masih dalam posisi tidur, berharap 2 orang temannya ada yang menjawab.

Tawang… apa?’ jawab Tempe, kemudian melanjutkan tidur.

Engga jadi nih?’ Mihe kembali memastikan

Engga..’ terdengar suara pelan, tampaknya suara Koya, entah dia memang menjawab pertanyaan Mihe atau sekedar ngelindur

Oke…’ sahut Mihe lirih,

dengan demikian rencana ke tawangmangu, yang sudah dibela-bela selama seharian penuh dan merupakan salah satu prioritas di Solo, batal dengan mudahnya.

Memang tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan pulau kapuk…

Jangan sekali-kali kalian meremehkannya…

Iklan

Satu pemikiran pada “Solo – Part 1: Tawang… apa?

Gimana?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s