(tulisan ini adalah sekeping bagian dari perjalanan 1 minggu keliling Jawa berjudul Keliling By Request)
I can’t tell where the journey will end
But I know where to start
– Wake me up / Avicii
Pada akhirnya sampai juga di post pertama yang benar-benar menuliskan tentang apaan sih yang mereka lakukan?
Tentu saja Tempe, Koya, dan Mihe tidak tiba-tiba *tring* nongol di Jogja, oleh sebab itu, ada baiknya cerita dimulai dari perjalanan menuju Jogja.
Stasiun Gambir
Di post sebelumnya udah disinggung nih, kebetulan Tempe dan Koya berdomisili di hiruk pikuk ibukota, sementara Mihe saat ini sedang berada di Bandung. Jadilah Tempe dan Koya yang memang baik hati dan tidak sombong bersedia untuk menjemput Mihe terlebih dahulu, baru kemudian berangkat bersama menuju Jogja. Berhubung perjalanan ke Jogja sendiri menggunakan kereta, Tempe punya ide untuk sekalian aja jemput Mihe naik kereta juga. Dan lagi-lagi, tanpa banyak protes si Koya bersedia-bersedia aja. Memang si Koya ini easy going sekali.
Stasiun Gambir jadi saksi keberangkatan Tempe dan Koya menuju Bandung. Transportasi yang dipilih adalah Argo Parahyangan, kelas bisnis dengan harga masing-masing orang 60.000 + biaya layanan pelanggan 7.500. Kalau menurut jadwal sih, kereta akan berangkat tepat pukul 10.50 dan tiba di Bandung 13.56 (presisi banget nih nentuinnya, kayaknya).
Berhubung berangkat masih jam 11, Tempe berencana datang ke Gambir pada jam 10, mau ngapain lama-lama nunggu? Tapi, entah kenapa, mungkin karena sindrom semangat yang sedang menghampiri, sekitar jam setengah 9, Koya udah dengan bangganya memberikan kabar ke Tempe: dimana? Udah mau nyampe Gambir nih. Kemudian paniklah Tempe, kasian amat kalau Koya harus nunggu sendirian, entar dikira calo lagi. Ya sudah, Tempe pun buru-buru berangkat, untungnya rumahnya ga terlalu jauh, dan kira-kira jam 9 pun sampai di Gambir.
Oh ya, ada yang menarik dari persiapan yang dilakukan Tempe dan Koya. Sebuah sok ide yang untuuung sekali tidak diikuti oleh Mihe. Baik Tempe maupun Koya, keduanya semacam menyatakan mogok nge-gadget selama perjalanan. Keduanya cuma bawa HP yang literally cuma bisa buat telpon dan SMS. Bahkan belakangan diketahui bahwa fitur telpon dari HP si Tempe tidak berfungsi dengan baik. Lah kalau ga bisa buat telephone, ga bisa disebut handphone donk, hand doank jadinya, tangan. Intinya, dua orang ini hanya membawa sebuah HP seadanya, tanpa senjata-senjata lain selama perjalanan. Tempe sih masih modal dikit, bawa map yang dicetak (baca: di print), sementara Koya beneran jalan-jalan modal bantal doank di tasnya.
tips: sok ide satu ini jangan diikuti jika tanpa perencanaan yang baik. Minimal salah satu peserta yang ikutan jalan-jalan harus bawa gadget dengan gps atau fitur maps yang bisa diandalkan
Nah, ternyata sindrom semangat yang diidap Koya punya makna tersendiri buat perjalanan ini. Berhubung keduanya sudah sampai di Gambir jam 9, pada saat sedang menunggu Argo Parahyangan yang akan datang, sekitar… 2 jam lagi (lama botz), jam setengah 10 ada seorang masinis yang memarkirkan kendaraannya di Gambir. Suara announcer kurang lebih berkata:
kereta cirebon ekspres dari kota cirebon telah tiba di lajur 4…. dst
“Menarik,” pikir Tempe, “ini adalah kereta yang akan kita naiki pas perjalanan ini berakhir nanti.” sahutnya ke Koya. Sebuah dorongan semangat buat mereka berdua, membayangkan pengalaman baru macam apa yang memenuhi kepala nanti begitu turun dari kereta tersebut, sekitar 8 hari lagi.
Menjemput Mihe di Bandung
Perjalanan naik Argo Parahyangan sebenarnya bisa dibilang nyaman. Kelas bisnis sudah cukup memuaskan sekedar perjalanan dari Jakarta ke Bandung. Hal yang menyulitkan paling hanya 1: kursinya licin! Entah kenapa walaupun memulai tidur dengan posisi duduk tegak, tiba-tiba harus terbangun untuk memperbaiki posisi duduk.
Seperti tertulis pada jadwal di tiket, kereta akan tiba di Bandung pada pukul 13.56. Selama perjalanan, Tempe dan Koya hanya menantikan 2 hal, yang pertama pasti kapan nyampenya? Yang kedua adalah apakah kereta ini akan melewati suatu jembatan kereta misterius yang sering terlihat ketika naik travel ke Bandung?
Wah bagaimana menggambarkannya ya, buat teman-teman yang sering naik travel ke Bandung atau paling engga lewat jalan tol cipularang, pasti pernah lihat deh sebuah jembatan kereta yang panjang, melintas di atas jurang, di sebelah kiri jembatan jalan tol yang dilalui mobil-mobil. Itu loh yang tinggi, yang… ah sudahlah, kalo masi tidak tahu juga jembatannya yang mana, anggap aja ada jembatan kereta yang sering kelihatan kalau jalan di tol cipularang.
Nah, intinya selama perjalanan, Tempe dan Koya cuma menantikan kapan nih kereta lewat tu jembatan. Ternyata oh ternyata, tepat pada pukul 13.56, dimana kereta seharusnya sudah duduk tenang di Stasiun Bandung, kereta ini justru baru sampai di jembatan yang diimpi-impikan. Keretanya berjalan entah kenapa memang terkesan lambat sekali. Kekecawaan Tempe dan Koya akan keterlambatan kereta terbayar sedikit saat melewati jembatan kereta itu, terbukti dengan secara kompak mereka menganga dan mengucapkan “waaah, ini diaaa“, kemudian hening 2 detik, pada saat melewati jembatan tersebut.
Kereta baru sungguh-sungguh tiba di stasiun tujuan sekitar pukul 14.30.
Berangkat dari Stasiun Bandung

Singkat cerita.
Tempe dan Koya akhirnya bertemu dengan Mihe di sebuah kampus yang katanya terkenal di daerah Bandung tempat tiga orang ini mengadu nasib selama 4 tahun terakhir. Dari kampus, setelah ada beberapa persiapan tambahan yang perlu dibeli, langsung saja ketiganya meluncur menuju Stasiun Bandung. Oh ya, sekedar informasi, salah satu angkutan umum di Bandung yang dapat digunakan untuk transportasi antara Stasiun dan Kampus Gajah adalah cisitu-tegallega, warnanya ungu. Tapi kalau mau dari stasiun ke kampus, harus jalan dulu sedikit. Biayanya 3000 aja, ini juga baru naik tarifnya, sigh.
Sesuai rencana, dari Stasiun Bandung, kereta yang ditumpangi adalah Lodaya Malam, berangkat tepat 19.00. Harga per orangnya 100.000. Sebenernya ada kereta Turangga, yang menuju Surabaya, dengan harga lebih murah yaitu 85.000 dan berangkat pada jam 8 malam, tapi sayangnya mereka kehabisan tiket.
Nah, kalau sekarang-sekarang gini ada teman-teman yang ngecek ke website reservasi online kereta api (http://tiket.kereta-api.co.id), pasti akan didapati bahwa tiket dari Bandung ke Yogyakarta ga semurah itu. Beruntung sekali memang, pada perjalanan ini, kebetulan PT KAI sedang memberikan diskon lebaran sampai dengan tanggal 19 Agustus 2013. Pas banget. Pemotongannya juga ga tanggung-tanggung, harganya sampai cuma setengahnya. Baiklah secara resmi perlu disampaikan: terimakasih PT KAI! (senyum lebar).
tips: sebenernya ada yang lebih murah, maksudnya murah gila, tiket promo dari PT KAI dengan harga 10.000 aja! Tapi untuk setiap gerbong cuma tersedia 1 tiket, dan harus rebutan. Untuk info lebih jelas, coba aja cari-cari (googling) tentang tiket promo kereta api.

Sebelum berangkat, mereka bertiga setuju untuk membeli makan malam terlebih dahulu, dibungkus untuk dimakan di kereta. Pilihan jatuh ke Hokben yang ada di dalam tempat menunggu. Sekitar pukul 18.00, penumpang sudah dipersilakan untuk memasuki kereta. Setelah ngaso-ngaso dulu, menyiapkan mental untuk perjalanan panjang, baru sekitar pukul 18.30 mereka bertiga duduk di kursi masing-masing. Kereta Lodaya Malam ini dijadwalkan tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta pada pukul 02.50.
Lodaya Malam
Hebatnya, keretanya bener-bener ciao pas pada pukul 19.00. Dengan harapan penuh semoga sampainya juga pas sesuai jadwal, mereka bertiga duduk tenang di kereta, tidak lupa memulai perjalanan dengan doa. Keretanya sendiri bisa dibilang sangat nyaman, dan salah satu yang paling berkesan buat Tempe adalah seorang petugas yang begitu bersemangat menawarkan makan kepada pengunjung. Ya memang, dia berjualan, tapi di sisa perjalanan, di kereta-kereta lain yang mereka tumpangi, tampaknya tidak ada yang bisa menandingi betapa semangatnya dia. Bahkan ketika semua penumpang tertidur, ia tetap berkeliling, melaksanakan tugasnya semaksimal mungkin. Salut!
Awalnya, berhubung mereka sebetulnya kalong-kalong semua, selama perjalanan di kereta diisi dengan canda gurau karena terjebak tidak bisa tidur. Kira-kira mata melek menyala sampai pukul 22.00, dimana wangi Hokben yang dibungkus mulai menusuk menggoda di hidung. Sekitar pukul 22.30, kami mulai menghabiskan makanan dan akibatnya.. mata mulai sayu-sayu juga.
Pada akhirnya satu per satu mulai memejamkan mata. Mereka bertiga tidak kuasa juga menahan hangatnya selimut dan kursi yang empuk (naik eksekutif loh yang ini), bisa didorong-dorong lagi senderannya ke belakang.
Berusaha melompati waktu, berharap pada saat membuka mata, suasana Stasiun Jogja yang datang menyambut.


Stasiun Tugu Jogjakarta
Pada pukul 03.45, 20 Agustus 2013, kereta Lodaya Malam yang mereka tumpangi berhasil mendarat dengan selamat di Stasiun Tugu Jogjakarta. Sayang sekali, walaupun keberangkatannya tepat waktu, tapi waktu sampainya molor sekitar 1 jam dari yang tertulis di tiket. Lebih ngenes lagi, ternyata kereta Turangga, yang berangkat 1 jam lebih lelet dari kereta yang mereka tumpangi, tanpa merasa bersalah bisa datang barang jarak 15 menit setelah si Lodaya! Ga sopan, minimal dateng setengah jam setelahnya lah… Ya sudah deh, syukuri aja. Ini udah jarang-jarang dapet tiket murah dan tiba dengan selamat, telat 1 jam aja kok comel.
Menurut jadwal padat ‘cem artis yang sudah disusun, begitu tiba di Jogja rencana awal mereka adalah menunggu datangnya fajar di angkringan dekat stasiun. Jadilah begitu turun kereta, cuci-cuci muka sedikit sambil berusaha menyembunyikan muka bantal yang masih mengantuk, Tempe, Koya, dan Mihe bersama-sama melangkahkan kaki keluar Stasiun untuk mencoba menemukan: mana tuh angkringan?
Perjalanan di Kota Pelajar pun akhirnya resmi dimulai.
Yang berikutnya bakalan yang paling seru nampaknya?
Kok bisa menyimpulkan begitu Bang Ali? Ga tau yang berikutnya yang paling seru atau bukan, tapi yang pasti bakal lebih seru daripada yang ini.
Dari yogya ke bandung keretanya maju ato mundur? *if you know what I mean*
Kan gw dari bandung ke yogya. Seinget gw sih maju, kereta yang mundur cuma Cirebon ke Jakarta kayaknya. Kerjaan tidur doank ni di kereta..
Kl gw kemaren2 dr bandung pergi ke semarang, rute bandung-cikampek maju, cikampek-surabaya malah mundur. Tiap kereta beda2 sih ya…
makanya naik ekonomi aja Bang, adil ada yang maju ada yang mundur, kadang-kadang malah nyamping..
kan kursinya bisa dibalik -_-